Devi Yusprianti

Senin, 28 Januari 2008

MATEMATIKA

Kalau lagi baca, si sulung Rayhan pasti aja males disuruh ngerjain yang lainnya, apalagi disuruh ngerjain matematika. Kalau bukan karena nilainya yang super jeblok, aku sih gak bakal ngajak dia ngerjain matematika, karena dia akan selalu bilang "AKU PUSING IBU". Huh kata-kata yang paling males aku denger (tapi si suami bilang aku juga bakal ngomong kaya gitu sih kalau aku gak suka ngerjain sesuatu, nah lo menular ternyata ya...).

Aku jadi pusing (tu kan keluar pusingnya) kalau si sulungku gak mau ngerjain latihan yang sengaja aku siapin biar nanti waktu final tes di sekolahnya gak kaya aku dulu, sks banget (sistem kebut semaleman). Tapi mau bagaimana lagi, aku udah janji ke diriku sendiri bahwa aku bakal nyiapin anak2ku jauh sebelum dia tes dari dia masuk sekolah. Eh yang ada sekarang udah kelas tiga SD aku masih aja kecolongan, tesnya selalu sks terus. Aduh bagaimana ya giliran aku yang pusing nih...PUSIIIIIING!!!

Lain lagi cerita sepupunya, Ryan. Weekend kemaren kebetulan pada kumpul di rumah kakak iparku yang nomor 3, dan kebetulan (udah direncanain sih sebelumnya) rumahnya disebelah rumahku. Ceritanya berawal ketika 3 kakak adik sepupuan ini pada ngumpul di kamar anakku, kebetulan aku ada disana sedang nunggu anakku ngerjain tugas matematika rutinnya. Bertanyalah si Ryan.


"Kamu lagi ngerjain apa Ray?
"Kali-kalian dari ibu," jawab anakku.
"Kalau di rumah aku juga ngerjain kumon"
Si Adin yang dari tadi diem aje sekarang nyaut "kumon? uhh menyebalkan...". Celetuknya.
Ryanpun curhatlah "iya, aku juga gak suka, awalnya kan aku cuma ikutan yang gratisan, tapi ibuku tau2 ngedaftarin. Jadi deh aku tiap hari punya pe-er yang menyebalkan."
Anyway terlepas dari percakapan mereka yang nota-bene masih pitil-pitil (istilahku untuk mereka yang masih kecil2), ada benang merah yang menghubungkan mereka, mmmohh sama matematika, alias kaga' doyan.

Aku pikir aku punya anak yang juga doyan matematika, karena mulai dari pendiamnya, senang komputernya, senang bacanya mirip bapaknya, like father like son. Ternyata untuk urusan hitung berhitung si sulung tidak mengikuti bapaknya yang matematika banget. Takut...? kayanya sih..., cos kalau bukan ngikutin bapaknya, ngikutin ibunya dong, oalah..., ibunya nggak mudeng sama matematika.

Intinya sih saya hanya ingin bertanya, apa anak2 yang pinter matematikanya ketika besar, juga tidak suka matematika seperti percakapan pitil2 tadi? (Tapi kalau dari cerita bapaknya anak2, doi udah suka matematika dari bayi!!).

Mau ngutip ceritanya mba Helvy bahwa ada anak yang diberi talenta untuk dengan berotak encer dengan matematika, ada yang sukanya dan bakatnya pada bidang lain. Ah sepertinya mudah untuk menentukan bakat anak. Tapi so far kok aku masih sulit ya melihat bakat si anak ini. Belum? Mungkin juga belum waktunya saya menentukan kemana arah si anak ini, bakat apa yang akan membawanya meraih cita-citanya kelak.

Balik lagi ke awal, saya hanya ingin anak saya punya kemampuan untuk bertanggungjawab pada hal-hal yang pasti akan dilaluinya. Dan menurut saya itu bisa dimulai dari disiplin dalam menyiapkan pelajaran di sekolah. Apapun itu, suka atau tidak dia harus melaluinya dan dapat bertanggungjawab untuk semua itu.

Semoga Allah selalu menjagamu nak.

Label:

Minggu, 20 Januari 2008

catatan untuk Helvy Tiana Rosa

Awalnya sih aku nyari-nyari aja bentuk blog itu seperti apa karena aku mau buat blogku sendiri. Aku coba buka beberapa nama temen-temen kuliah dulu tapi tak satupun mahluk yang kukenal punya blog. Jadilah aku coba-coba munculin nama orang beken kali aja ada.

Eh kebetulan. Orang beken yang aku coba buka itu ya blognya mba Helvy dan di dunia nyatapun (maksudnya di toko buku gitu loh) aku juga lagi nyari2 karyanya mba Helvy. So far aku belum nemu mba (kenapa gak ada ya buku-buku mba Helvy di Gramedia atau di TGA?) jadi aku ini baru mau kenal mba Helvy, tapi aku sudah kadung "cinta". Cinta pada pandangan pertama ketika melihat di televisi bagaimana hebatnya bocah imut baca puisi indah untuk presidennya. Subhannallah anak itu begitu indah, pasti ibunya lebih indah lagi.

Ketika itu putra pertama saya masih bayi dan saya berharap keindahan dan kesejukan kata-kata seorang anak akan saya jumpai pula kelak. Amin.
Ibarat kacang, saya kenal mba Helvy baru bungkusnya doang belum kulitnya apalagi kacangnya, jadi jauh banget kalau saya ditanyain atau nyeritain atau kasih komentar tentang mba Helvy, belum tau. Yang saya tau (jujur nih mba) facenya mba yang oriental, sehingga suatu ketika saya sedang mencari karyanya mba (saya pernah baca cerber di majalah ummi kalau gak salah yang tokoh sentralnya bernama Gagah or Gagak ya? kalau gak salah lagi hehehe kasihan ya saya banyak gak taunya) yang saya inget bentuk facenya tanpa melihat nama yang tercantum. Saking senengnya akhirnya saya menemukan karyanya mba, saya langsung bayar di kasir dan bawa pulang. Tapi ternyata buku itu bukunya mba Asma Nadia. Setelah baca buku itu beserta biografi pendek sang penulis, bertambah pula kekaguman saya tidak saja dengan bundanya si bocah imut Faiz (tapi sekarang bukan bocah lagi ya...?, tapi imutnya masih banget) tapi juga dengan neneknya Faiz yang notabene adalah bunda dari penulis-penulis hebat saat ini.

Neneknya Faiz, nama saya Devi bunda dari tiga orang cowok yang cakepnya juga sama dengan cucu nenek.
Nenek Faiz, kelembutan Nenek sangat terasa di hati saya ketika pujaan-pujaan tulus yang saya baca dari tulisan anak-anak Nenek.
Nenek Faiz, alangkah bahagianya Nenek kini melihat dan terus mengikuti perkembangan putra putri Nenek yang tidak hanya solehah tetapi juga pembangun kesolehan dari karya-karya yang dihasilkannya.
Nenek Faiz, dimata saya Nenek adalah contoh nyata dari orangtua-orangtua kita yang berhasil.
Nenek Faiz, salam hormat saya untuk Nenek semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada Nenek. Amin

SABAR dan SYUKUR

Ini adalah tulisan pertama gw. Gw gak tau mau nulis apa. Yang jelas malem ini gw gak bisa tidur karena udah beberapa hari ini gw lagi bete, suntuk, pusing dkk.

Kenapa ya gw bisa sesetres ini (istilah gw ke suami kalau gw lagi males dimintain tolong... lagi setres nih!!), apa gw termasuk orang yang gak bersyukur ya? Kok belakangan ini gw sering ngeluh ya...? Kenapa gw mulai siti sirik (ngiri) sama orang yang selalu mendapatkan keberuntungan dalam hidupnya.

Tapi kalo' dipikir-pikir sih gw jauh lebih beruntung ya dibandingin sama orang-orang yang boro2 mau punya blog, megang komputer juga belum pernah kali ya...?

Di S. 2 ayat 155 disebutkan bahwa: "Dan kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang2 yang sabar".

Jelas lah ya disini bahwa orang yang bersabar itu akan bergembira, tapi kok gw bingung, sampai kapan bersabar itu bisa gw wujudkan jadi bersyukur? Salah gak kalau dalam bersabar gw juga mengeluh? Sabar dan syukur ada gak ya batasan untuk 2 kata ini?

Tapi gw sangat yakin bahwa kesabaran akan membuahkan hasil. Ya Allah
jadikanlah aku termasuk hambaMu yang bersabar dan mensyukuri nikmatMu. Amin.