Devi Yusprianti

Selasa, 26 Februari 2008

Di KIDZANIA

Ketika pulang dari KIDZANIA, anakku yang nomor dua seperti dalam iklan salah satu makanan kesukaan anak-anak berkata, "gak aku nggak nggak mau lagi....ke kidzania".

Selidik punya selidik ternyata dia masih marah dengan penolakan dari petugas ketika akan membuat SIM. Yah wajar sih dia marah karena ketika itu kita baru tiba, dua orang kakaknya ketika masuk langsung berlari ketika di papan penunjuk arah melihat ada sirkuit balap mobil. Tapi ternyata untuk menaiki mobil balap tersebut harus memiliki sim. Karena kita baru pertama kali berkunjung ke sana, jadi kita belum memiliki sim, dan tentulah dengan semagat 45 semua anak-anak yang saya bawa (ada 6 anak) langsung berlari ke tempat pembuatan sim. Ternyata antrian sudah panjang. Akhirnya mereka mengantri dengan tertib dan manis-manis. Sambil mengantri mereka bercerita apa-apa saja yang akan mereka naiki dan lakoni. Singkat cerita sampailah mereka di ujung antrian. Dan di sinilah mulainya "penderitaan" anak kedua saya bermula. Ketika gilirannya tiba si mba penjaganya dengan entengnya berkata, "kamu belum bisa belum cukup umur". Dia langsung balik badan dan lari menghampiri saya sambil berkata, "aku mau pulang ibu, ayo kita pulang bu aku gak mau di sini".

Rasanya aku gemes sama si mbanya. Gak kepikir kali ya kalau itu dunia anak-anak. Kalaupun ada larangan ya tolonglah berbicara dalam bahasa anak-anak. Apalagi anak yang masih di bawah usia SD. Gak gampang membujuknya. Dari mulai minta pulang (tapikan sayang ini adalah tempat bermain termahal yang aku pernah masuki, masak baru dateng minta keluar) sampai akhirnya sedikit berhasil aku bujuk untuk tetap di dalam. Tapi dia berdiri dan tidak mau beranjak dari depan pom bensin sampai jam 11 (padahal kita masuk jam 9). Ntah karena cape berdiri ntah karena bosen ngambek akhirnya dia berhasil aku bujuk untuk kerja di pom bensin biar dapat uang dan bisa ditukar dengan mainan. Dan hasilnya dia terus kerja di pom bensin keluar masuk (jangan salah pake ngantri pula jadi hampir seharian dia cuma dipom bensin) sampai lima kali (terbukti dia paling banyk punya uang dari pada kakak-kakaknya. Selesai makan siang dia pun balik lagi ke pom bensin. Jadi akau sempet gak ngontrol anak2 asuhku yang lain lagi, untungnya mereka sudah besar-besar dan ibu merekapun ada yang nyusul untuk gantian jaga.

Jadi pesen yang aku ingin sampein sebenernya ke kidzania, untuk lebih memperhatikan pelayanannya terhadap pengunjung terutama anak-anak yang masih batita.

Terakhir ..... sampai hari ini kalau aku tawarin ke kidzania dia selalu menolak dengan keras.

Sabtu, 23 Februari 2008

ANTARA SI JILBAB DAN SI TATTOO

Ada dua kejadian yang saya temui ketika saya akan berangkat ke tempat biasa saya menghabiskan waktu di siang hari. Dua kejadian dengan background 2 manusia yang berbeda dari segi fisik dan dari pengamatan saya pun dari sisi materi mereka pun bertolakan.

Saya mengkategorikan yang satu si kaya dengan keintelektualan yang keluar dari aura fisiknya. Dan yang satu lagi si tukang tambal ban bertato yang tampak hitam legam, kurus kering dan berwajah sangar. Tapi apa yang saya petik dari kedua mahluk Tuhan ini adalah sungguh kejadian luar biasa, yang membuat saya pun berfikir dibagian manakah saya selama ini?

Kejadian pertama adalah dengan bapak bertato yang menyeramkan. Kejadian tersebut kira2 tiga hari sebelum saya menuliskan cerita ini. Pada saat itu saya terharu dan tanpa sadar saya menitikan air mata. Tapi saya belum mau membahasnya sekarang, saya akan ceritakan pengalaman saya hari ini dengan si ibu berjilbab.

Siang ini, saya sedang dalam antrian di salah satu ATM di depan Alfa Mart, ketika mengantri, dari balik kaca saya lihat seorang anak kecil dan ibunya. Si anak sibuk menyenggol-nyenggol pinggul ibunya dengan pinggangnya sendiri, dan itu terus berulang sampai... Pikir saya alangkah bahagianya si ibu, dapat berbagi kesenangan dengan anak bagaikan teman sepermainan. Hal ini yang saya ingin sekali miliki, tak ada bentangan umur yang membatasi, tak ada batasan status orangtua dan anak, tapi apa hendak saya buat kalau saya masih merasa tidak seakrab yang saya inginkan ke anak2 saya sendiri.

Astagfirullah al’aziiim, lamunan saya tiba-tiba terusik ketika si ibu cantik tsb keluar dengan mencubit dan menginjak kaki anaknya, tidak keras memang, tapi terlihat anaknya menangis dan sakit hati. Dada saya bergemuruh, tenggorokan saya sakit. Si ibu cantik masih melanjutkan dengan menunjuk-nunjuk jari ke anaknya dan sayup-sayup saya dengar “ Nanti kamu pulang sendiri ya..., mama gak mau pulang sama kamu”. Sambil masih ditambah lagi dengan mendorong kepala anaknya. Mama, bagaimana kalau anakmu memang pulang sendiri dan di jalan dia tertabrak mobil? Karena si anak masih sangat kecil, mungkin seusia dengan anak saya yang no 2, kira-kira umur 5 tahun. Bagaimana kalau kejadian hari ini merupakan pupuk baginya untuk membencimu dikemudian hari? Di dalam kotak tempat mesin ATM saya teringat anak saya, teringat apa yang pernah saya lakukan, apakah yang saya lakukan melukai anak-anak saya jugakah?

Bagi saya ibu adalah guru terdekat bagi anaknya, anak adalah cerminan bagi ibunya. Cinta ibu bagi anaknya adalah sepanjang masa, ibu adalah tiang agama bagi anak2. Dan yang lebih dahsyat lagi seperti kita ketahui semua “SURGA ADA DI TELAPAK KAKI IBU”.

Rasulullah saw. sangat penyayang terhadap anak-anak, baik terhadap keturunan beliau sendiri ataupun anak orang lain. Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. mencium Hasan bin Ali dan didekatnya ada Al-Aqra’ bin Hayis At-Tamimi sedang duduk. Ia kemudian berkata, “Aku memiliki sepuluh orang anak dan tidak pernah aku mencium seorang pun dari mereka.” Rasulullah saw. segera memandang kepadanya dan berkata, “Man laa yarham laa yurham, barangsiapa yang tidak mengasihi, maka ia tidak akan dikasihi.” (HR. Bukhari di Kitab Adab, hadits nomor 5538).

Lalu marah ke siapakah kita ketika anak kita, seperti anak si ibu tsb, memukul, menendang dan menghujat tukang parkir (ketika tukang parkir alfa mart tersenyum dan mencoba menenangkannya) persis seperti apa yang dilakukan ibunya terhadap dia. Secepat itu anak-anak kita mengadaptasi apa yang kita lakukan. Subhanallah saya takut menjadi seorang ibu, apakah tabiat anak2 kita yang buruk juga cerminan perlakuan kita terhadap mereka? Astagfirulllah al’aziim, astagfirullah al’aziim, astagfirullah al’aziim.

Saya lanjutkan dengan cerita yang pertama. Hari itu saya di dalam mikrolet 44 jurusan karet. Banyak penumpang turun naik, salah satunya di kuningan di depan tukang tambal ban ada anak sekolah dan disampingnya seorang bapak yang bertelanjang dada. Ketika mikrolet berhenti di depan mereka, si anak yang kira-kira kls 5 mungkin 6 SD mencium tangan bapaknya dan si bapak pun dengan lembut mengusap rambut anaknya sambil berkata " hati-hati di jalan ya nak, tengok kanan kiri, belajar yang bener". Dan si anakpun naik mikrolet dengan dilepas rasa sayang oleh bapaknya. Alangkah nikmatnya menjadi seorang anak ketika rasa sayang, rasa cinta orangtua terlihat langsung menemani aktifitas dan tumbuhnya si anak. Yang saya tidak percaya dengan pandangan mata saya adalah si bapak yang sangat santun terhadap anaknya tersebut adalah si bapak yang tidak memakai baju (mungkin karena panas duduk dipinggir jalan menunggu orang yang mau menambal ban), yang tangan kiri dan kanannya di penuhi tato, yang tampangnya sangar tapi masih memiliki kata-kata indah yang walaupun ringan, tapi saya sangat yakin hal tersebut membuat anaknya nyaman dan tenang berangkat ke sekolah.

Saya pernah membaca di sebuah majalah (saya lupa majalahnya) bahwa di malaysia ada narapidana yang divonis hukuman mati ketika di tanya apa permintaan terakhirnya, si narapidana berkata bahwa dia ingin berjumpa dengan ibunya, maka didatangkanlah si ibu. Dengan bertangis-tangisan keduanya saling berpelukan. Dan si anak berkata kepada ibunya, ingin mencium lidah ibunya untuk terakhir kali sebagai baktinya kepada ibunya. Diizinkan pulalah oleh ibunya. Tapi apa dinyana, ketika ibunya menjulurkan lidahnya, tiba-tiba si narapidana yang akan terkena hukuman mati tersebut menggigit lidah ibunya. Sungguh tidak disangka. Dalam pembelaannya dia berkata bahwa ibunya tidak pernah menggunakan lidahnya untuk mengeluarkan kata-kata yang bijak ketika si anak kecil. Ibunya tidak pernah melarangnya melakukan kejahatan-kejahatan kecil sewaktu dia masih kecil.
Lidah ibunya tidak pernah digunakan untuk mengatakan kata-kata cintanya kepada si anak. Maka tumbuhlah si anak menjadi penjahat kelas kakap yang sebentar lagi akan menerima hukuman mati. Si narapidanapun berkata pula bahwa ibunya pun pantas dihukum karena dialah yang telah membentuknya menjadi penjahat seperti itu. Astagfirullah al'aziim...

Kita sebagai ibu tidak pernah punya pilihan untuk tidak mengurus anak kita, untuk tidak membimbingnya, untuk tidak menyayanginya. Semua harus kita lakukan tanpa pilihan. Hikmah yang saya petik dari kejadian di atas adalah bahwa sebagai orangtua terutama sebagai ibu, pilihan kita adalah :

1. Sebagai ibu yang terbelenggu dengan keadaan. Kita marah dengan anak kita ketika uang yang kita terima dari suami tidak memenuhi standar minimum UPS (uang pemberian suami), kita marah kepada anak-anak kita ketika suami mulai melirik wanita idaman yang lain. Kita bahkan marah kepada anak2 kita pula ketika cucian gak kering2, setrikaan rusak dan sebagainya. Ibu tipe ini bawaannya maraaah aja, dan kemarahan itu harus dikeluarkan, katanya biar gak “gondok” terus. Kasihan si anak....
2. Sebagai ibu yang dapat menyiasati keadaan. Ibu tipe ini lebih dapat meredam, menyiasati kekesalan-kekesalannya, dengan tidak melampiaskannya langsung kepada anak-anaknya secara fisik. Tapi dia menjalaninya dengan "tidak" ikhlas, karena dalam merawat, mendidik anak-anaknya masih disertai dengan menggerutu bahwa kalau aja si suami gak begini, kalau aja si suami gak begitu, ada aja yang dia komplain yang bikin dia tambah jago nyanyi, alias ngedumel mulu.
3. Sebagai ibu yang merdeka. Walaupun suaminya kasar terhadapnya, walaupun si anak nyebelinnya minta ampun tapi si ibu tipe ini selalu dapat meredam kemarahannya hanya untuk dirinya saja. Dia tidak melampiaskan kesalahan suaminya kepada anak-anaknya. Dan dia dengan ikhlas mendidik dan merawat anak-anaknya dengan senyum ketulusan, dan dengan kata-kata bijaknya. Dan dia akan selalu menjadi bidadari untuk suami dan anak-anaknya. Amin

Jadi marilah kita lihat diri kita apakah pilihan kita tidak menyakiti orang lain, terutama anak-anak kita?

Label:

Selasa, 12 Februari 2008

Hari ini

Hari ini, pagi mau berangkat kerja aku di drop suami di stasiun Tebet untuk nyambung naik bis sekolah ke Tanah Abang. Karena bis sekolahnya sudah lumayan cukup padat, akhirnya aku memutuskan untuk naik mikrolet 44.

Hari ini, pagi-pagi aku udah ngedapetin kesombongan khas kota metropolitan Jakarta. Aku dan penumpang lainnya (mungkin sama kali ya aku dan penumpang lain mikirnya...) cuma bengong karena salah satu mba di sebelah aku ngomel ke seorang bapak, dan dia tetap nyerocos ke bapak tsb walaupun bapak itu sudah bergeser ke arah yang lebih kosong. Aku nggak mau peduliin yang kaya beginian. Udah biasa!! Tapi gak cukup, setelah si mba tersebut turun, si bapak seperti membela diri (padahal kita udah gak liatin dia lagi lo! sumpah...) tapi si bapak itu berkomentar "sombong banget!! bla..bla..." Aduh aku cuma bisa berharap jangan ada yang komentar, karena akan panjang. Capeee deeeh pagi2 udah sarapan omelan. For u guys, please deh kalo' berangkat kerja, ke kantor or kuliah, saran gua "be a nice people in the morning" cos bukan cuma ngenolong diri kita sendiri buat memulai hari dengan suasana yang baik, dengan niat yang baik, tentu untuk mendapatkan hasil yang baik pula, TAPI yang terpenting QTA juga bisa ngebantu orang di sebelah kita berangkat, memulai harinya dengan suasana yang baik pula.

Hari ini, aku terkena imbas dari kejadian HARI INIku. Setelah turun dari mikrolet 44 tsb, aku mulai ngerasa perutku nggak enak. Perutku kram!! Bisa jadi karena aku stress, bisa jadi karena aku mau marah, bisa jadi karena aku bete dan ujung2nya pasti rutinitas bulananku maju lagi. Aduh mami..., perutku sakit banget. Tapi mau ngapain lagi. Dengan coba terus ngelanjutin perjalanan, nyambung kendaraan berikutnya, aku coba nahan rasa sakit yang melilit di perutku (aduh..., kalo aja di rumah, aku pasti udah ngeringkuk sambil ngebalsemin perutku dan tidur deh, aduh enaknya bobo!!). Gak pake lama aku dapet mikrolet lain jurusan Karet-Roxi yang bakal nganterin aku ke depan Blok A pasar Tanah Abang. Tempat duduknya nyaris penuh, tinggal satu tempat yang belum terisi, tapi masya Allah, mereka semua gak ada yang mau geser dan maksa aku untuk masuk ke arah dalam lagi. Satu lagi kekhasan kota Jakarta, EGOIS !! Udah tau dan pasti para penumpang di dalam mikrolet itu bakal turun di blok A tapi tega ya...(jangan2 dengan nulis seperti ini aku juga termasuk orang yang egois lagi... ? iii takuut!!).

Hari ini, aku duduk nyaris jongkok di mikrolet keduaku, karena ada 2 ibu yang asoy geboy ngobrol dalam bahasa sunda tanpa mempedulikan ada penumpang lain naik, gak mau geser dan tidak sadar untuk menggeser duduknya yang super santai itu. Aduuuh perutku makin melilit. Dan mulai terasa ada something yang mengalir dalam tubuhku, padahal harusnya jadwalku persis satu minggu lagi. Ya Allah, pelajaran lain yang aku dapet, jangan E-G-O-I-S !!!

Hari ini, di mikrolet keduaku, tepat di sebrang London School banyak yang turun, aku reflek ngejar dong bangku yang kosong...., UHHH leganya akhirnya aku nggak jongkok lagi. But something happen, kok tiba2 mba yang sebelum aku pindah duduk ada di sebelah kanan aku berusaha ngobrol dengan cowok disebelah aku. Reflek pula aku ngomong " mau tukeran duduk sama saya mba...?" cos aku sebel banget gayanya yang takut aku bakal ngambil suami or cowok or bla bla bla nya doi. Pingin rasanya aku teriak "mba.... di rumah aku punya 4 cowok ganteng!!!"

Hari ini......,